Allah Al-Lathif

Pagi ini saya sempat melihat status whatsApp seorang teman. Isinya kurang lebih begini, kalau kita merasa rezeki kita mentok di situ-situ saja, sebenarnya ada rezeki lain yang sering tidak kita sadari. Yaitu dijauhkannya kita dari musibah-musibah. Bisa jadi di balik harta yang cukup meski tidak sampai menjadikan kita 'Sultan' ini, banyak rezeki berupa perlindungan Allah dari berbagai musibah yang kita tak mampu memikulnya.

Saya tersadar seperti sedang ditepuk punggungnya, kemudian beristighfar dan membenarkan nasihat tersebut. Diri ini sempat kurang bersyukur atas segala nikmat dari-Nya, padahal rezeki tak melulu soal banyaknya angka di saldo rekening.

Benarlah bahwa Allah Al-Lathif selalu memberikan petunjuk-Nya. Di antara puluhan status whatsApp yang berseliweran dan saya malas menyimaknya, Allah gerakkan jari ini untuk membuka dan tidak melewatkannya tanpa direnungi. Tentu semua adalah bentuk kasih sayang Allah.

Sore harinya, saya iseng membuka beranda instagram. Muncul postingan seorang teman berupa foto USG janinnya. Dari caption-nya ternyata ia menjalani proses bayi tabung setelah lebih dari 5 tahun menikah belum dikaruniai buah hati. Saya pun menekan tombol love, turut bahagia untuknya.

Lagi-lagi, saya diingatkan rezeki tak selalu harus jadi kaya raya. Alhamdulillah masyaAllah tabarakallah saya dan suami tidak perlu menunggu lama, tanpa perlu tindakan dan mengeluarkan biaya, Allah anugerahi tiga anak yang sehat dan ceria. Manusia memang Allah berikan nikmat dan ujian masing-masing sesuai dengan kadar kesanggupannya.

Jadi, bukalah pendengan, penglihatan dan hati. Karena petunjuk dari-Nya selalu ada di sekitar kita.

Petunjuk-Nya Selalu Ada

"... Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal tidak baik bagi kamu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Quran Surah Al-Baqarah ayat 216)

Sebenarnya Allah selalu memberikan petunjuknya. Salah satunya melalui tausiyah tentang QS 2:216 dari calon Ustadznya Hanif ketika pertama mendaftarkannya. 

Tetapi ketika Hanif sudah diterima di sekolah tersebut, sementara Ayahnya belum juga dapat SK pindah ke Jakarta, saya merasa berat menjalaninya. Saya merasa tahu. Saya yakin harapan kami adalah yang terbaik. Saya merasa telah mengikhtiarkan dengan sabar. Merasa telah melangitkan doa-doa terbaik.

Padahal di akhir kalimat ayat tadi, Allah sudah mengingatkan, menegaskan, Dia-lah yang mengetahui. Saya tidak. Tidak tahu bahwa ternyata di balik hal yang tidak disenangi dari tidak terwujudnya harapan, banyak hal baik yang akan Allah beri. Bahwa sebenarnya Allah melindungi dari ketidakbaikan jika keinginan kami itu terwujud saat ini.

Ampuni diri ini yang merasa kecewa, ya Allah. Yang merasa sudah banyak bersabar. Yang mungkin tetap memaksa ingin segera terwujudnya mimpi-mimpi kami. Anugerahi kesabaran dan keyakinan kepada takdir terbaik-Mu yang membawa hikmah dan barakah kepada keluarga kami.

Qadarullah wa masya a fa'ala

Segelisah apapun orang tua menanti kelahiran bayinya (apalagi ketika sudah lewat waktu), dengan izin Allah ia akan tetap lahir dengan takdir terbaiknya. Begitu pun usaha-usaha kita yang lagi-lagi mentok, yang diharapkan belum juga terwujud. Insya Allah ketentuan dan ketetapan-Nya tetap yang terbaik.

Pergi Sama-sama

 Setelah diem-dieman seharian, akhirnya kami berdamai saling merelakan kesalahan. Saya pun mengungkapkan bisikan ngawur yang berseliweran sepanjang siang tadi.

"Aku mikir mau pergi bawa si bayi. Tapi kasihan sama si tengah. Kalau kedua bayi dibawa, enggak tega sama kakaknya. Kalau bawa tiga-tiganya ya repot juga kaburnya."

Dengan nada sendu ia menjawab, "Jangan mikir mau pergi lagi ah. Kita perginya sama-sama aja. Berlima." Hangat sudut mata ini mendengarnya.

Dia mengatakannya sungguh serius. Bukan cuma soal pergi dari rumah ke tempat lain, tapi juga soal menghadapi berbagai likuan hidup bersama-sama. Hingga Allah ridha, kumpulkan kami kembali di jannah-Nya.

Sayang, ...

 "Sayang, makasih ya udah mau repot-repot nyiapin (keperluan untuk) pergi kita." Katanya sambil mengusap-usap lengan saya.

Yang tadinya kepala ruwet dengan urusan packing dan tumpukan cucian akibat musim hujan, mendadak jadi adem dan kembali bersemangat.

Memang sering kali ungkapan cinta hadir lewat kalimat tulus, apa adanya. Tanpa kalimat romantis nan manis pun kekuatannya terasa sampai ke sanubari. Saya masih harus banyak belajar darinya.

Bendera Kotamobagu

Sambil buka-buka buku tentang bendera-bendera di dunia, Hanif nyamperin emaknya. "Bendera Kotamobagu mana?" Diulangnya sampai dua kali dan emaknya malah tertawa

Ibu Kok Enggak?

"Di buku Hanif, Allah kasih hadiah untuk orang yang berpuasa. Ibunya Hanif puasa kok enggak dikasih hadiah sama Allah?"

Masuk Angin

"AC (kipas)-nya diputer aja yaa, biar masuk angin - enggak masuk angin - Masuk angin - enggak masuk angin - Masuk angin - enggak masuk angin."

Kasih Hadiah

"Hanif suka banget sama kaos dari Om Aqil ini. Hanif jadi pengen kasih hadiah ke Om Aqil. Eh tapi Om Aqil kan tinggalnya di Jakarta, di sana ada virus Corona. Nanti deh tunggu virusnya ilang."

"Insya Allah, Kak."