Adek Janin (bagian 4)


“Seratus lima puluh ribu.” Ucapnya dengan amat ramah. Saya sedikit kaget dengan harganya karena rasanya waktu kehamilan pertama tidak semahal itu, ya iya lah tiga setengah tahun lalu. Akan tapi tetap membayar sambil menyembunyikan ekspresi yang mungkin muncul dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

Adek Janin (bagian 3)


Hanif pun mulai bosan berada di Puskesmas. Beberapa kali dia katakan, “Ibu, pulang yuk!”
“Tunggu Ibu selesai diperiksa dulu ya.” Syukurlah ia masih sabar dan kembali mengajak saya bercerita.
“Ibu, Kakak itu mirip Kakak Abi ya?” Tanyanya sambil menunjuk salah satu anak ibu yang sedang diperiksa tadi.
“Hmmm. Mirip sedikit, hehehe.” Jawab saya sambil tersenyum teringat pada suami yang sering memirip-miripkan orang, padahal tidak mirip menurut saya.
“Kalau Kakaknya mirip Kakak Fahri, Ibu!”
“Ah masa sih, Nak?” Jawab saya sambil menahan tawa karena lagi-lagi kurang mirip.
“Iya, Ibu!” Jawabnya yakin, saya pun tertawa.

Adek Janin (bagian 2)


Sebetulnya, kami tak ingin bersegera memberi tahu Hanif bahwa ia akan punya adik. Bisa jadi dia akan merasa khawatir kasih sayang orang tuanya berkurang atau dia akan merasa lama sekali adiknya untuk lahir ke dunia. Apalagi ia masih dalam rentang usia yang baru memahami hal-hal konkrit. Maka ketika diberi tahu akan punya adik, dia akan bertanya-tanya di mana adiknya. Dia pun belum paham konsep menunggu. Ia hanya bisa menunggu dalam rentang waktu yang amat pendek, hitungan menit. Itulah yang menjadi beberapa pertimbangan untuk tidak cepat-cepat memberitahunya. Akan tetapi, hidup bertiga di rantauan tanpa sanak saudara, membuat saya harus selalu membawanya ke mana pun. Ditambah kemampuan bicara yang sedang berkembang pesat membuatnya banyak bertanya dan terus meminta penjelasan. Kami pun membiasakan diri mengatakan segala sesuatu yang sebenarnya, tidak berbohong dan berusaha menepati janji. Jadilah, ia sudah tahu bahwa akan punya adik, yaitu si janin yang sedang berada di perut ibunya.

Adek Janin

Sebelas hari yang lalu, saya sudah tujuh hari terlambat haid. Dengan penuh harap, bangun tidur sebelum berwudhu untuk salat subuh, saya melakukan uji kehamilan. Senyum sumringah segera muncul ketika garis dua muncul perlahan. Saya pun salat, lalu memberitahukan suami. Ia pun sama bahagianya dan segera menghambur memeluk saya. Alhamdulillah, hati kami menyatakan degup penuh kesyukuran.

Untuk Apa

Sejatinya untuk apa kau bekerja keras hingga larut tiba baru pulang ke rumah? Padahal hasil jerih payahmu sering tak diapresiasi oleh pimpinan. Ia hanya tahu mengomelimu saat kau tak dapat memenuhi target walau kau sudah terus bekerja hingga akhir minggu tak bersisa waktu untuk keluarga. Apalagi rekan kerjamu malah memanfaatkan kegigihanmu, meninggalkan sebagian besar pekerjaan untukmu. Kau bahkan sering membelikan makanan untuk mitra kerja yang membantu pekerjaanmu, tapi mereka justru mendahulukan membantu pekerjaan rekanmu yang hanya bisa memerintah saja. Lalu, mengapa kau tetap membanting tulang hingga malam setiap harinya di tengah kondisi seperti ini? Tidak bisakah kau cukupkan hingga jam kerja orang normal saja?

Jalan Sepi Pilihan Almira (versi 2)

sumber gambar: www.ambau.id

“Nak, enggak mau ikut daftar PNS kan? Kenapa?” Pertanyaan ibu mertua Almira memecah keheningan makan malam mereka berdua di sebuah rumah di pinggiran Jakarta Timur.
“Biar enggak bingung, Bu, kalau nanti Mas Adri dipindahtugaskan lagi. Mira tinggal ikut saja. Enggak perlu galau mau terus kerja tapi berjauhan atau harus pilih resign.” Jawab Almira penuh keyakinan.

Jalan Sepi Pilihan Almira

Pengumuman pembukaan formasi CPNS tahun 2018 berseliweran di berbagai grup whatsApp yang Almira ikuti. Seperti tahun-tahun sebelumnya, informasi tersebut hanya ia lihat tanpa dibaca lebih lanjut. Ibu beranak satu ini memang tak pernah tertarik untuk menjadi abdi negara yang selalu ramai peminat. Bukan karena tak cinta tanah air, ia hanya ingin optimal membersamai masa kecil buah hatinya yang tak akan terulang di kemudian hari. Tanpa bekerja saja, ia merasa masih masih banyak kekurangan dalam menjalankan peran sebagai istri dan ibu. Syukurlah suaminya mendukung dan bergembira dengan pilihan Almira. Apalagi pekerjaannya sebagai PNS di Badan Pusat Statistik membuat keluarga mereka harus bersedia berpindah-pindah untuk ditempatkan di seluruh Indonesia. Almira yang selalu ingin ikut ke manapun tempat suaminya bekerja makin mantap mengabdikan diri di rumah, agar tak perlu mengalami kegalauan berpisah jika ia memilih bekerja sebagai PNS.

Mendekat di Kala Jauh

Gimana, Di tinggal di sana? Kalau aku mah enggak bisa jauh-jauh dari orang tua.” Tanya Sari melalui whatsApp, beberapa hari setelah kedatanganku di tanah rantau di ujung utara Pulau Sulawesi.
“Hebat lo! Gue aja tiap hari telepon nyokap biar enggak galau kebanyakan mikir ke mana-mana.” Puji Riya yang juga merantau ke Pulau Sumatera tempat suaminya bekerja saat meneleponku.

Pembuahan (bagian 2)


Saat anak pertama kami belum genap satu tahun, sudah ada yang berkomentar, “Sudah bisa nih nambah lagi,” katanya sambil melirik si bocah cilik. Semakin bertambah usia si sulung, semakin banyak yang berkomentar dan menyarankan hal senada. Biasanya hanya kami jawab komentar tersebut dengan senyuman paling manis. Kami masih bulat untuk melakukan program kehamilan lagi dengan selang lima tahun dari yang pertama. Agar bisa menyelesaikan dahulu masa dua tahun menyusui si sulung. Sekalian juga menunggu dia siap berbagi kasih sayang dengan saudaranya kelak.

Pembuahan


sumber gambar: www.prelo.co.id
Sebagian besar pasangan yang baru menikah, ingin segera dikaruniai anak. Begitupun kami. Apalagi Ayah saya juga sudah sering mendesak. “Ingin segera menggendong cucu,” katanya. Hanya saja, Allah belum segera memberikan amanahnya kepada kami. Selain, terbentur long distance marriage antara Kepulauan Sangihe dan Jakarta, saya masih harus menyelesaikan penelitian tugas akhir di laboratorium yang bersinggungan dengan zat radioaktif. Di laboratorium tersebut, wanita hamil dilarang masuk karena efeknya membahayakan bagi janin yang dikandung.

Kondangan di Mongondow


sumber gambar: akun instagram @cubimatafoto
Bolaang Mongondow Raya adalah salah satu wilayah di sebelah utara Pulau Sulawesi. Sisi timur berbatasan dengan wilayah Minahasa Raya dan sisi barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo. Wilayah ini terdiri dari empat kabupaten, yakni Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Selatan, Bolaang Mongondow Timur, dan satu kota, yakni Kotamobagu. Bahasa dan suku daerah ini disebut Mongondow.

Pindahan (bagian 4)

Pindahan (bagian 3)

Sepuluh bulan kemudian, setelah penuh dengan perjuangan, drama dan air mata, alhamdulillah saya dinyatakan lulus dan menyandang gelar Magister Farmasi. Yang mana seminggu sebelum Sidang Hasil Penelitian, Aba wafat dan meninggalkan kerinduan mendalam hingga kini. Tanpa menunggu jadwal wisuda yang berselang tiga bulan setelahnya, saya bersiap menyusul suami. Inilah pindahan saya yang ketujuh, dari Kota Jakarta ke Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara tempat suami bertugas saat itu hingga sekarang. Kepindahan ini sebenarnya awal dari banyak kepindahan berikutnya. Hal ini adalah konsekuensi yang saya pilih dari menikahi suami yang bersedia ditempatkan bekerja di seluruh Indonesia.

Pindahan (bagian 3)

Pindahan (bagian 2)

Beberapa bulan kemudian, saya memutuskan pindah dari indekos yang telah saya tempati selama tiga setengah tahun ke rumah kontrakan seorang teman. Inilah pindahan kelima. Pertimbangan waktu itu adalah lamanya waktu tempuh dari indekos ke SMK Kesehatan tempat saya mengajar bisa mencapai satu setengah hingga dua jam. Padahal masih sama-sama di Kota Depok. Di rumah tersebut saya tinggal bersama Cantika, teman kuliah dulu yang juga mengajar di sekolah yang sama, bersama kedua orang tuanya.

Pindahan (bagian 2)

Pindahan (bagian 1)

         Pindahan ketiga terjadi hampir lima belas tahun berselang dari pindahan sebelumnya, yakni ketika saya duduk di bangku kuliah tahun kedua. Setelah tiga semester pulang-pergi ke kampus di Kota Depok menggunakan metromini dan kereta, saya memberanikan diri untuk izin ke Aba dan Eyang agar dibolehkan tinggal di indekos dekat kampus. Padatnya jadwal kuliah dan praktikum yang sering kali baru selesai menjelang magrib, ditambah tugas bikin jurnal praktikum dan materi presentasi yang seabrek, membulatkan tekad saya untuk pindahan.

Pindahan

Sebagai makhluk sosial nan dinamis, pindahan merupakan hal yang lumrah terjadi pada manusia. Mulai dari pindah rumah, sekolah, atau tempat kerja. Walau biasa terjadi, pindahan sering kali terasa berat dan menjadi hal yang sentimentil. Karena bukan hanya raga dan barang-barang yang harus dibawa pindah, hati dan kenangan yang terukir justru lebih sering tertinggal di tempat lama. Apalagi keluarga dan sahabat terdekat tentu tidak bisa serta merta diboyong. Merasa asing di tempat baru serta harus mulai mencari kembali kenyamanan dan sahabat baru, bikin pindahan menjadi momok bagi sebagian besar orang. Akan tetapi, hidup adalah soal memilih. Meski terasa sulit di awal, pindahan bisa jadi harapan untuk penghidupan yang lebih baik ke depannya.

Balasan dari Kebaikan (bagian 2)

sumber gambar: www.cnnindonesia.com
Ternyata penumpang dan supirnya adalah istri dan suami yang menghuni indekos di belakang rumah. Saya pun hanya tersenyum kepada mereka, merasa tak enak jika meminta ikut naik. Sang suami malah menghentikan bentornya dan menawarkan untuk mengantar kami. Awalnya saya menolak, tapi mereka tetap mengajak. Kami pun akhirnya ikut naik, mengingat sudah ada janji dan akan semakin terlambat jika menunggu hujan reda.

Balasan dari Kebaikan

Ketika itu keluarga kami baru kembali ke tanah rantau di Kotamobagu, Sulawesi Utara selepas mudik ke rumah orang tua di Jakarta. Kami membawa sedikit oleh-oleh untuk dibagikan ke tetangga sekitar yang berada di depan, belakang, dan samping kanan kiri. Kebetulan ada penghuni baru di indekos belakang rumah kontrakan kami. Mereka adalah keluarga kecil yang terdiri dari suami istri dengan satu anak lelaki balita. Si Suami bekerja sebagai supir bentor (becak motor), sedangkan si Istri adalah pegawai honorer di salah satu dinas di Pemerintah Kota. Awalnya saya tak berniat memberi oleh-oleh kepada mereka. Akan tetapi suami mengingatkan, “Kasih aja, Yang.”

Kenyal dan Bergerak

Setelah pada tulisan sebelumnya membicarakan hal-hal serius, kali ini saya mau menceritakan kenangan yang kalau diingat rasanya kocak, menggelikan, dan bisa jadi memalukan. Akan tetapi, semoga kejadian waktu itu tetap bisa diambil hikmahnya oleh kamu yang saat ini sedang membaca.
sumber gambar: www.pieroindonesia.com

Darah Lebih Kental daripada Air

Benarlah adanya
bahwa darah lebih kental daripada air
Hampir semua ibu di dunia
rela menggadai nyawa
demi melahirkan kehidupan baru dari rahimnya
Hampir semua ayah di dunia
tulus berpeluh dan menyingkirkan kesenangannya
demi berjuang menghidupi darah daging tercinta

Ecobrick Pertama Kami

Ini dia penampakan ecobrick pertama kami
Ecobrick itu apa ya? Mungkin sebagian pembaca bertanya-tanya saat melihat judul dan juga tulisan saya sebelumnya yang sempat menyebut ecobrick. Secara bahasa, kata eco- merupakan istilah yang biasa digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan kepedulian terhadap makhluk hidup dalam kaitannya dengan lingkungan, berasal dari kata eco-system. Sedangkan brick berarti bata atau batu bata. Secara istilah, menurut www.ecobricks.org, ecobrick adalah botol plastik yang diisi penuh dengan berbagai jenis plastik bekas, kering dan bersih, hingga mencapai kepadatan tertentu, untuk bisa dipakai sebagai bata bangunan yang bisa dimanfaatkan berulang kali. Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah untuk apa kita repot-repot membuat ecobrick dan akan dijadikan apa nantinya. Nah, simak tulisan ini hingga akhir ya.

Setabah Bunda Hajar

sumber gambar: depokpos.com
Pada tulisan sebelumnya yang berjudul Bapak Para Nabi, kita telah mendapati betapa dahsyatnya kecintaan ayah dan anak terhadap Allah subhanahu wa ta’ala sehingga mampu tabah menjalani kehendak-Nya yang terberat sekalipun. Beberapa tahun sebelum turunnya perintah penyembelihan Ismail, Allah telah menguji keluarga mereka dengan titah yang tak kalah berat.

Bapak Para Nabi

Hari Raya Idul Adha sudah hampir dua pekan berlalu, namun kisah teladan tentang dua lelaki saleh pilihan Allah tak pernah habis untuk diambil hikmahnya. Kisah tentang penyembelihan Nabi Ismail oleh Ayah kandungnya, Nabi Ibrahim, tentu telah sering kita dengar karena selalu disampaikan pada khotbah Idul Adha setiap tahunnya. Akan tetapi, setelah menjadi seorang Ibu, saya selalu menitikkan air mata haru acap kali mendengar kisah mereka.
sumber gambar: dakwatuna.com