Ecobrick Pertama Kami

Ini dia penampakan ecobrick pertama kami
Ecobrick itu apa ya? Mungkin sebagian pembaca bertanya-tanya saat melihat judul dan juga tulisan saya sebelumnya yang sempat menyebut ecobrick. Secara bahasa, kata eco- merupakan istilah yang biasa digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan kepedulian terhadap makhluk hidup dalam kaitannya dengan lingkungan, berasal dari kata eco-system. Sedangkan brick berarti bata atau batu bata. Secara istilah, menurut www.ecobricks.org, ecobrick adalah botol plastik yang diisi penuh dengan berbagai jenis plastik bekas, kering dan bersih, hingga mencapai kepadatan tertentu, untuk bisa dipakai sebagai bata bangunan yang bisa dimanfaatkan berulang kali. Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah untuk apa kita repot-repot membuat ecobrick dan akan dijadikan apa nantinya. Nah, simak tulisan ini hingga akhir ya.


Walau sudah berusaha mengurangi penggunaan, bahkan sering menolak plastik saat berbelanja, tetap saja ada plastik yang masuk ke rumah kita karena terpaksa. Seperti kemasan makanan dan minuman, pembungkus bahan makanan ataupun barang yang mau tak mau menjadi sampah di rumah. Beberapa kali juga ada penjual yang tetap memaksa membungkus belanjaan dengan kantung plastik, padahal sudah saya tolak berulang-ulang. Alhasil terbawa juga plastik tersebut karena kalau saya tinggalkan akan mereka buang juga dan berujung menggunung di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Ini bukan Gunung Rinjani ya, tapi gunung sampah.
sumber gambar: www.liputan6.com

Saat ini sebagian besar TPA masih menggunakan system Open Dumping, yakni membuang sampah pada suatu cekungan tanpa menggunakan tanah sebagai penutup sampah, secara terbuka. Bayangkan jika musim hujan tiba! (Wardhani, 2018)
Sampah-sampah yang kita buang pada tempatnya saja bisa tercecer sampai ke laut, apalagi yang dibuang sembarangan tanpa nurani.
sumber gambar: www.huffingtonpost.com

Terbayangkah oleh kita berapa banyak sampah dari tujuh miliar orang di bumi yang terkumpul di laut?
sumber gambar: www.phys.org

Kumpulan-kumpulan sampah plastik di Samudera Pasifik yang dikenal dengan sebutan The Great Pacific Garbage Patch kini makin meluas dengan ukuran luar biasa. The Great Pacific Garbage Patch ini adalah kumpulan sampah-sampah plastik yang mengambang di lautan antara Hawaii dan California, terus membesar hingga berukuran 1,6 juta km2, atau hampir seluas daratan Indonesia (1,9 juta km2). Hal ini dilaporkan dalam jurnal Scientific Reports yang dipublikasikan oleh majalah Nature pertengahan bulan Maret lalu. (Ruhana, 2018)
Sedih, gelisah, dan merasa bersalahkah kita melihat fakta-fakta tersebut? Bahkan ternyata setiap plastik yang pernah dibuat, masih ada hingga kini karena butuh minimal 500 tahun untuk membuatnya terurai (Gonzaga, 2017). Sedangkan kita terus saja menambah pemakaian dan membuang plastik setiap harinya, sehingga menumpuk dan mulai merusak alam.
sumber gambar: www.hardrainproject.com
sumber gambar: www.funtof.com

Penyu tak bisa bedakan plastik dan ubur-ubur 😢
sumber video: akun instagram @greenpeaceid


Maka dari itu, saya dan suami (juga anak kami yang berumur 2 tahun 10 bulan) mulai mengumpulkan plastik-plastik, sedotan, dan sedikit sterofoam yang terlanjur menjadi sisa konsumsi. Kemudian menjadikannya ecobrick. Cara membuatnya dapat disimak pada gambar berikut.








sumber gambar: akun instagram @ecobricks.planet.solved

Lalu setelah jadi mau dibikin apa? Silakan cari di media sosial dengan tagar #ecobrick. Ada banyak inspirasi yang akan kita temukan. Di bawah ini beberapa contohnya. Bahkan ada yang menjadikan pelaminan dari 1.888 buah botol ecobrick dengan berat 425 kg plastik terkunci dan tidak menjadi sampah lagi.
sumber gambar: akun instagram @trash4cycle

sumber gambar: akun instagram @planetcare

sumber gambar: akun instagram @planetcare

sumber gambar: akun instagram @dwinalubna

sumber gambar: akun instagram @dwinalubna

sumber gambar: akun instagram @dwinalubna
sumber video: akun instagram @gigadgets

Membuat ecobrick memang cukup mudah dan tidak memerlukan mesin apapun, serta bisa menjadi salah satu solusi kreatif bagi pemanfaatan sampah plastik yang terlanjur ada. Akan tetapi yang lebih penting adalah sikap kita untuk terus berusaha mencegah terjadinya sampah, memilah yang telah dikonsumsi, dan mengolah apa yang tersisa dan akan terbuang. Itulah 3-ah yang diajarkan oleh DK. Wardhani, founder gerakan #belajarzerowaste.
Yuk, sudah saatnya peduli dan beraksi sebagai rasa terima kasih atas nikmat bumi yang telah begitu banyak kita reguk. Jangan lupa ajak dan bagikan ceritamu, agar semakin banyak orang yang juga bergerak  merawat bumi dengan sepenuh hati.


Referensi:

Gonzaga, D. (2017, Januari 20). Setiap plastik yang pernah dibuat, masih ada hingga kini. Berikut ceritanya. Diambil dari Greenpeace Indonesia: http://www.greenpeace.org/seasia/id/blog/setiap-plastik-yang-pernah-dibuat-itu-masih-a/blog/58552/

Ruhana, E. I. (2018, Maret 27). Kini, Sampah Plastik Samudera Pasifik Hampir Seluas Daratan Indonesia. Diambil dari National Geographic Indonesia: http://nationalgeographic.grid.id/read/13309805/kini-sampah-plastik-samudera-pasifik-hampir-seluas-daratan-indonesia

Wardhani, D. K. (2018, September 1). Menuju Hidup Minim Sampah: Ada Apa Gerangan dengan Sampah? Indonesia.



#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day3
#belajarzerowaste
#minimsampah
#selamatkanbumi
#sampahkutanggungjawabku

2 komentar:

  1. Wahh bisa jadi alternatif baru juga nihh ide ecobrick, membuat sampah plastik jdi lbh berdaya guna

    BalasHapus