Quwwatul Maal (Kekuatan Finansial)

Islam tidak mengajarkan untuk membenci dunia. Beberapa sahabat seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Abdur Rahman bin Auf, dan Utsman bin ‘Affan justru dengan senang hati menggunakan harta kekayaannya untuk membela agama Allah. Rasulullah SAW juga tak pernah melarang mereka bekerja sungguh-sungguh untuk meraih keuntungan duniawi. Karena untuk menegakkan Islam membutuhkan bekal dan persiapan, salah satunya adalah harta.
Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).” (Alquran Surat Al-Anfal ayat 60)
Quwwatul maal tidak berarti bertentangan dengan sikap zuhud. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, “Lelaki dikatakan zuhud apabila tidak terlalu gembira ketika hartanya bertambah dan tidak terlalu berduka ketika hartanya berkurang.” Maka kita diperbolehkan menikmati dunia tetapi harus dipastikan harta yang dimiliki tidak menahan langkah di akhirat yaitu dengan mendapatkan harta secara halal dan dikeluarkan pada tempat yang halal pula. Kita diperintahkan untuk bekerja sungguh-sungguh dan membelanjakan kekayaan yang Allah anugerah di jalan-Nya. Dengan quwwatul maal, muslim tidak akan ditindas karena kemiskinan dan dapat menjadi salah satu media jihadnya.

a.       Harta itu milik Allah (Al-Maalu Lillah)
Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya, maka Dia pun berhak mengatur peruntukannya yaitu infak untuk menegakkan agama Allah di bumi. Namun, manusia sering lupa, merasa bahwa harta yang dimilikinya adalah hasil kerja kerasnya sendiri seperti Qarun yang akhirnya Allah tenggelamkan bersama hartanya. Sering juga manusia mati-matian mengejar harta sampai rela melakukan segala cara tak peduli benar atau salah. Padahal Rasulullah telah menerangkan tentang hakikat harta, “Seorang hamba (manusia) berkata, ‘Hartaku, hartaku!’ Padahal hartanya itu sesungguhnya ada tiga jenis: apa yang dimakannya lalu habis; apa yang dipakainya lalu lusuh; apa yang disedekahkannya lalu tersimpan untuk akhirat. Selain yang tiga itu, semuanya akan lenyap atau ditinggalkan kepada orang lain.”
Harta pada dasarnya bersifat netral. Akan tetapi menjadi cobaan bagi keimanan dan ketaatan hamba kepada Sang Pemberi harta. Karena itu sikap zuhud diperlukan dalam menjalani kehidupan sehingga selalu merasa cukup dengan apa yang telah Allah anugerahkan.
”Sesungguhnya hartamu dan anak−anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah pahala yang besar.” (Alquran Surat At−Taghabun ayat 15).

*bersambung*
disarikan dari www.dakwatuna.com

#tugasliqo
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar