Adab Dulu, Baru Ilmu

Tiga tahun lalu saya pernah mengajar di SMK suatu daerah. Saya mendapat jadwal jam pelajaran pertama. Ada siswa yang terlambat parah sekali hingga satu setengah jam. Siswa ini langsung saja duduk di bangkunya tanpa sepatah kata pun seolah tak ada yang salah. Setelah saya tanya pun ia hanya meminta maaf sekedarnya dengan wajah kantuknya. Ternyata ia hanya tinggal di indekos dekat sekolah. Terlebih lagi, kehadirannya selama satu semester bisa dihitung hanya dengan sebelah tangan. Sungguh miris dan mengherankan.
Saya juga mengajar di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di sana pada tahun berikutnya. Tingkah mereka ternyata lebih parah. Sibuk selfie di belakang saat temannya sedang presentasi di depan kelas. Ketika diberikan tugas selalu mengundur-undur hingga berminggu-minggu dan lagi-lagi beralasan belum siap atau belum selesai. Bahkan ribut ketika saya sedang menjelaskan materi perkuliahan yang membuat saya benar-benar marah. Sungguh tidak menghargai orang yang sedang berbicara di depannya.
Selesai ujian, sekitar 70% mahasiswa tak lulus. Padahal semua soal ada jawabannya di materi yang disampaikan dan mereka pun memiliki salinannya. Herannya mereka malah bertanya kepada saya mengapa nilainya bisa begitu. Bukannya mereka yang mengintrospeksi diri. Apakah karena mereka merasa telah membayar uang kuliah sehingga saya harus meluluskan mereka meskipun tidak layak? Bagaimana nasib pasien yang akan dirawat oleh mereka kelak jika adab mereka tidak dijaga?
Ketika diadakan ujian remedial dengan soal yang sama, hanya sedikit sekali yang mencapai nilai untuk lulus. Sisanya sibuk tengok kiri-kanan saat ujian dan berakhir kembali tidak lulus. Lalu mereka kembali meminta ujian ulang, padahal dari awal saya sudah jelaskan tak ada lagi ujian perbaikan. Bahkan hingga pihak kampus yang menghubungi saya untuk memfasilitasi mereka.
Pernah juga selesai perkuliahan, hujan turun dengan derasnya. Saya meminta tolong kepada salah seorang mahasiswa untuk mengambilkan jas hujan di dalam bagasi motor yang terparkir di halaman kampus. Dengan mudahnya ia menolak karena tak ada payung. Bukankah ia laki-laki? Tak malukah dengan pacar di sampingnya? Saya tak habis pikir dengan mahasiswa-mahasiswa tersebut. Padahal jarak antara zaman mereka dengan saya hanya terpaut tujuh tahun. Ternyata sudah jauh berbeda perilakunya.
Dulu ketika saya menjadi murid, saya ketakutan sekali ketika datang terlambat. Begitu patuh, menghargai, dan menghormati dosen ketika saya kuliah. Berinisiatif membantu mereka tanpa diminta. Berusaha mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang diminta. Tak berani minta keringanan apalagi sampai berulang-ulang. Begitu pun teman-teman saya. Tak ada yang menanyakan nilai yang diberikan selama memang sesuai dengan usaha yang dikerahkan selama kuliah dan ujian.
Mungkin banyak yang akan berkata bahwa tak bijak membandingkan karena zamannya sudah berbeda. Seperti sabda Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian." Akan tetapi bagaimana kita akan mendapatkan ilmu, jika tidak lebih dulu menunjukkan adab yang baik terhadap guru?
Imam Malik pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Para ulama sangat memperhatikan pelajaran adab. Bahkan jauh lebih lama mempelajari adab, daripada ilmu. Yang terjadi di masa kini adalah sebaliknya. Ilmunya begitu banyak dan tinggi, tetapi perilaku terhadap orang tua, guru, dan keluarga tidak sesuai dengan yang dicontohkan Rasululullah. Yang lebih menyedihkan jika ilmunya sedikit dan akhlaknya tidak terpuji.
Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab, maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”
Semoga rangkaian kejadian yang saya alami ini bisa menjadi pengingat untuk kami. Bahwa tugas besar sebagai orang tua adalah menanamkan adab dan akhlak yang mulia sebelum mengajari dengan berbagai ilmu kepada anak. Karena adab akan membawa pada ilmu yang berkah dan bermanfaat. Salah satu cara mengajarkan adab bisa melalui kisah-kisah teladan para Nabi dan Rasul serta ulama-ulama terdahulu. Dari kisah nyata kita dapat menemukan inspirasi, motivasi, dan solusi, selain luhurnya adab dan mulianya akhlak manusia-manusia terpilih. Semoga Allah memampukan dan menolong kita selalu.

#NonFiksi
#ODOPBatch6
#Hari73

10 komentar:

  1. Aamiin semoga Allah selalu menolong kita

    BalasHapus
  2. Saya ingat pesan salah seorang alim. Beliau mengatakan jangan pernah bosan mengingatkan. Kalau menghadapi seperti itu saya selalu ingat pesan beliau mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Ibu nasihatnya akan saya coba ingat dan terapkan.

      Hapus
  3. Bener mbak.. adab yang sekarang jadi langka..

    BalasHapus
  4. Benar bangt mba, ngga lucu kita disuruh menyesuaikan sama zaman orang tua

    BalasHapus