Pelajaran Hidup dari Film Miracle in Cell No. 7

sumber gambar: www.netflixable.com
Korea memang terkenal dengan drama dan filmnya yang sangat menyentuh sisi emosional penonton dengan porsi yang natural dan pas. Cerita yang dihadirkan begitu unik dan menarik, sering kali sarat akan hikmah. Sinematografi dan soundtrack yang ‘niat’ pun menambah nilai plus pada film dan drama dari Negeri Ginseng ini.  Tak heran banyak yang menggandrunginya. Salah satu filmnya yang paling populer dan menang banyak perhargaan berjudul Miracle in Cell No. 7. Film yang tayang pada 2013 silam ini dibintangi oleh Ryu Seung-ryong sebagai Lee Yong-gu, Kal So-won sebagai Ye-seung kecil and Park Shin-hye sebagai Ye-seung dewasa.

Kembali ke tahun 1997, Ye-seung kecil nan cantik dan cerdas tinggal bersama ayahnya Lee Yong-gu yang memiliki keterbelakangan mental. Setiap hari mereka menatap etalase toko yang memajang tas Sailor Moon dambaan si gadis cilik. Sayangnya, tas tersebut tinggal satu-satunya di sana dan terbeli oleh seorang anak Jenderal Komisaris Polisi tepat sehari sebelum Lee Yong-gu gajian. Keesokan harinya, anak tersebut hendak menunjukkan kepada Lee Yong-gu toko lain yang menjual tas serupa. Tiba-tiba di tengah jalan, anak tersebut terjatuh dan tewas di tempat.
Lee Yong-gu akhirnya dituduh melakukan penculikan, pemerkosaan, dan pembunuhan terhadap anak tadi. Ia pun dipenjara dan bertemu dengan banyak orang termasuk teman-teman satu sel yang membantunya bertemu kembali dengan Ye-seung. Pada tahun 2013, Ye-seung yang telah dewasa menjadi pembela dalam menyelesaikan kasus persidangan ayahnya.
Alur yang dibuat maju mundur untuk menuturkan jalannya cerita membuat film ini menarik. Kemampuan akting, penjiwaan, serta chemistry para pemain yang mumpuni membuat penonton terhanyut dan tak tahan menahan panasnya mata yang akan mengeluarkan tetesan demi tetesan airnya. Bahkan Kal So-won pemeran Ye-seung kecil yang kala itu masih berusia 7 tahun mendapat banyak pujian atas aktingnya yang juara. Meski banyak adegan-adegan yang menyayat hati, film ini tetap menyelipkan scene-scene komedi dengan tatanan yang pas.
Mungkin karena ini film yang dibatasi durasi, latar belakang tokoh banyak tidak terceritakan sehingga membuat penonton menerka-nerka sendiri. Akan tetapi, drama dan pelajaran hidup yang dibawakan pada film ini memang patut diacungi dua jempol.
Pertama, hubungan kasih sayang ayah dan anak yang begitu erat dan mengharukan yang disuguhkan dalam film ini membuat penonton sadar akan setidaknya dua hal. Bahwa seorang ayah meskipun ia berkekurangan, cacat mental sekalipun, tetap memiliki naluri menyayangi dan melindungi anaknya walau harus mengorbankan dirinya sendiri. Bahwa anak memiliki cinta yang tulus kepada orang tuanya, tak peduli apakah orang tuanya kaya atau miskin, rupawan atau tidak, bahkan seperti manusia pada umumnya atau tidak.
Kedua, pengadilan manusia bisa jadi tidak adil. Maka utamakan berprasangka baik sebelum keadaan memang terang benderang. Utamakan selalu tabayyun atau crosscheck. Tiap masalah perlu kita telisik dari berbagai sudut pandang sehingga kebenaran dapat terungkap. Jika pun kita diperlakukan tidak adil dunia, tak ada yang luput dari pengadilan Allah kelak.
Ketiga, seringnya manusia menyalahgunakan kekuasaannya. Yang berkuasa bisa berbuat apa saja, yang tertindas akan semakin tertindas. Padahal seharusnya yang berkuasa bisa mengayomi mereka yang di bawahnya. Yang berkuasa pun bisa salah dan seyogyanya berani mengakui kesalahan, bukan mencari tumbal.
Keempat, film ini menyadarkan bahwa kita sering kali meremehkan dan merendahkan orang-orang yang memiliki kekurangan mental. Padahal mereka juga manusia yang memiliki perasaan dan nurani yang patut kita hargai.
Kelima, tetaplah berbuat baik meski kita dituduh sebaliknya. Orang-orang cepat atau lambat akan melihat diri kita yang sebenarnya. Hal ini juga digambarkan dengan baik dalam film ini.
Terakhir, Miracle in Cell No. 7 mengingatkan kita bahwa narapidana tetap manusia yang punya sisi baik dan ada keinginan untuk menjadi lebih baik. Maka kita pun harus mengutamakan baik sangka kepada siapa saja.

#NonFiksi
#ODOPBatch6
#reviewfilm
#Hari65

22 komentar:

  1. Wih seru kayaknya ya filmnya. Ini film keluarga yg cocok untuk di tonton. Review nya mantap.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, suami saya saja masih terbawa sedih sampai seminggu setelah nonton. 😒

      Hapus
  2. Aku kaya pernah nonton film dg judul ini.. Tapi banyak lupanya.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, layak ditonton ulang. Tetap akan sulit menahan tangis meski sudah kali kedua menontonnya.

      Hapus
  3. Dulu pernah dikasih film ini sama temen tapi belum ditonton.. wah di folder mana ya nyimpennya lupa.. πŸ˜†

    Oiya yang mati tadi anak kecil yang mana mbak?

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Terima kasih, Mbak Yeti. Semoga bermanfaat yaa 😊

      Hapus
  5. Balasan
    1. Terima kasih, Mbak Risma. Semoga bermanfaat yaa 😊

      Hapus
  6. Kereeen reviewnya. Sesuai. Aku dulu banget juga sudah nonton. Gak nyesel deh.

    BalasHapus
  7. Kayaknya wajib nonton, jadi penasaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga segera bisa nonton ya biar enggak penasaran. 😊

      Hapus
  8. Sudah nonton film ini dari lama dan sukses membuat nangis bombay 😭 makasih mbak sudah membuat saya nostalgia pada scene2 film ini... Akting Park Shinhye keren, tapi acting Ye-Seung kecil lebih mantul... Natural banget 😭 jadi pengen nonton lagi πŸ˜‚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2, Mbak 😊
      Hati-hati nanti nangis lagi 😒

      Hapus
  9. Seriusan ini mah, pas nonton ini bikin meweeekk 😫😫

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, biar sudah kedua kali nonton aku masih enggak bisa nahan untuk enggak nangis. 😒

      Hapus
  10. Dulu nontonnya pas masi kuliah. Tapi sampe sekarang masi sedih kalo inget ceritanya :(

    BalasHapus