Prolog

Aku memanggilnya Aba (bukan Abah ya). Lelaki yang merupakan cinta pertamaku ini telah menjadi orang tua tunggal sejak usiaku 4 tahun dan adikku, Haris, 11 bulan. Allah menakdirkan mengambil kembali Mama kami pada usianya yang masih muda, 29 tahun. Aba tentu terpukul hingga kuingat beliau pingsan berkali-kali di hari ia menjadi duda. Saat itu kami berdomisili di Karawang, Jawa Barat.
Di tengah kedukaan mendalam, keluarga besar Mama mendesak mengambil aku dan Haris yang masih balita untuk dirawat secara terpisah. Aku dibawa ke Jakarta oleh kedua Eyang yang merupakan orang tua dari Mama. Sementara Haris akan diasuh oleh kenalan dari saudara Eyang laki-laki yang tidak memiliki anak di daerah Indramayu. Sejak itulah keluarga kami hidup di bawah atap yang berbeda.
Aku di masa kecil termasuk anak yang sering cemberut, karena sedih dipisahkan dengan Aba. Ya, walaupun Aba sebulan sekali mengunjungiku dan menelepon hampir setiap hari, tetap saja yang kuinginkan adalah tinggal bersamanya. Eyang-eyang dan tante-tante melarang. Katanya tidak baik jika hanya hidup berdua dengan Aba. Aku yang masih kecil tak kuasa memperjuangkan keinginanku.
Akan tetapi, hingga Aba menikah lagi beberapa tahun kemudian, tetap saja aku tak ‘dikembalikan’. Jadilah aku anak yang suka menanti dering telepon berbunyi dan menghitung hari menuju perjumpaan dengan Aba. Setiap Aba berkunjung, aku akan selalu menghabiskan waktu bersamanya. Serta selalu sembunyi-sembunyi menangis ketika Aba kembali ke Karawang atau ketika aku begitu merindukannya.
Setiap peristiwa yang terjadi di hidup kita adalah takdir-Nya. Jika ikut Aba, mungkin aku akan merasakan konflik dengan ibu tiri yang bisa jadi lebih tak mampu kutanggung. Aku juga tak bisa mengenyam pendidikan di Kota Besar Jakarta bila keinginanku saat itu terwujud. Cobaan-cobaaan inilah yang akhirnya menempaku menjadi seperti sekarang. Aba pun nyatanya tetap mampu membangun kedekatan denganku meski kami hanya sempat serumah di empat tahun awal kehidupanku. Segala puji bagi Allah, Pengatur terbaik nan Penyayang.

Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)

#NonFiksi
#ODOPBatch6
#Hari83

Tidak ada komentar:

Posting Komentar