Beberapa bulan kemudian, saya memutuskan pindah
dari indekos yang telah saya tempati selama tiga setengah tahun ke rumah
kontrakan seorang teman. Inilah pindahan kelima. Pertimbangan waktu itu adalah
lamanya waktu tempuh dari indekos ke SMK Kesehatan tempat saya mengajar bisa
mencapai satu setengah hingga dua jam. Padahal masih sama-sama di Kota Depok. Di
rumah tersebut saya tinggal bersama Cantika, teman kuliah dulu yang juga
mengajar di sekolah yang sama, bersama kedua orang tuanya.
Perasaan waktu itu lumayan mellow meninggalkan tempat yang menemani suka duka kuliah hingga
mengantarkan pada kelulusan. Akan tetapi, karena teman-teman lain sudah lebih
dulu meninggalkan indekos tersebut, perasaan saya sedikit lega. Memang sudah
waktunya untuk move on dan menjalani
takdir hidup masing-masing.
Ternyata
pengalaman pertama mengajar di sekolah tidak berjalan mulus. Saya sempat
berkonflik dengan kepala sekolah terkait prinsip-prinsip yang tidak sejalan. Ditambah
sekolah tersebut baru akan mengeluarkan lulusan pertamanya, sehingga perjuangan
sekali memang. Cantika, yang sudah sejak awal ingin mengundurkan diri, juga
menyarankan saya untuk resign. Akhirnya
saya putuskan untuk bertahan hingga akhir semester berjalan.
Tibalah waktunya kembali ke rumah tempat saya menghabiskan masa kecil hingga awal kuliah. Ya, pindah keenam adalah kembali ke rumah Eyang. Rasanya seperti kembali ke kenangan lama tapi bersama diri yang sudah bertumbuh sedemikian rupa. Sambil kuliah, saya banyak menghabiskan waktu di rumah untuk eksperimen memasak, persiapan berumah tangga.
Tibalah waktunya kembali ke rumah tempat saya menghabiskan masa kecil hingga awal kuliah. Ya, pindah keenam adalah kembali ke rumah Eyang. Rasanya seperti kembali ke kenangan lama tapi bersama diri yang sudah bertumbuh sedemikian rupa. Sambil kuliah, saya banyak menghabiskan waktu di rumah untuk eksperimen memasak, persiapan berumah tangga.
Sekitar
delapan bulan setelahnya, tepatnya pada tanggal 11 Januari 2014, saya menikah dengan teman SMA yang Allah pertemukan
lagi setelah bertahun-tahun tidak saling menyapa. Sehari setelah ijab kabul
menjadi momen pindahan berikutnya, pindahan ketujuh. Saya pindah dari rumah
Eyang ke rumah Mertua yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer. Iya, kami
tetangga kelurahan, masih satu kecamatan. Ternyata jodoh itu memang dekat,
hanya sering kali kita belum menyadarinya.
Perasaan
saya kala itu didominasi oleh bunga-bunga kebahagiaan pengantin baru. Walau sebenarnya,
tidak mudah beradaptasi dengan keluarga dan lingkungan baru. Namun, inilah konsekuensi
dari menikah. Kita tidak hanya kawin dengan pasangan kita, tapi juga dengan
keluarganya. Apalagi sebulan setelah menikah, kami menjalani long distance marriage. Suami kembali
bekerja di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, sementara saya tetap di
Jakarta melanjutkan kuliah. Risiko yang kami pilih waktu memutuskan untuk
segera menikah. Jadilah saya menantu sekaligus representasi suami, yang
merupakan anak semata wayang, yang tinggal bersama mertua.
***bersambung***
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar