Pergi Sama-sama

 Setelah diem-dieman seharian, akhirnya kami berdamai saling merelakan kesalahan. Saya pun mengungkapkan bisikan ngawur yang berseliweran sepanjang siang tadi.

"Aku mikir mau pergi bawa si bayi. Tapi kasihan sama si tengah. Kalau kedua bayi dibawa, enggak tega sama kakaknya. Kalau bawa tiga-tiganya ya repot juga kaburnya."

Dengan nada sendu ia menjawab, "Jangan mikir mau pergi lagi ah. Kita perginya sama-sama aja. Berlima." Hangat sudut mata ini mendengarnya.

Dia mengatakannya sungguh serius. Bukan cuma soal pergi dari rumah ke tempat lain, tapi juga soal menghadapi berbagai likuan hidup bersama-sama. Hingga Allah ridha, kumpulkan kami kembali di jannah-Nya.

Sayang, ...

 "Sayang, makasih ya udah mau repot-repot nyiapin (keperluan untuk) pergi kita." Katanya sambil mengusap-usap lengan saya.

Yang tadinya kepala ruwet dengan urusan packing dan tumpukan cucian akibat musim hujan, mendadak jadi adem dan kembali bersemangat.

Memang sering kali ungkapan cinta hadir lewat kalimat tulus, apa adanya. Tanpa kalimat romantis nan manis pun kekuatannya terasa sampai ke sanubari. Saya masih harus banyak belajar darinya.