Menemukan Ketenangan dengan Merenung

Judul Buku                  : Membuka Jalan ke Surga
Nama Penulis              : Mohammad Fauzil Adhim
Penerbit                       : Pustaka Inti
Tahun Terbit                : 2004
Nomor ISBN              : 979-3751-32-0
Tebal Buku                  : 200 halaman

Renungan-renungan dan peringatan di dalam buku ini tetap relevan dibaca hingga kini, meski telah empat belas tahun berlalu sejak cetakan pertamanya. Saya jadi tertarik menuliskan review-nya agar kebermanfaatan buku ini bisa lebih meluas.
Sepanjang membaca tulisan-tulisan di dalamnya, pembaca akan dibawa merenungi hal-hal yang mungkin luput dipikirkan tanpa merasa digurui dengan bahasanya yang mengalir dan mudah dipahami. Tulisan-tulisan sederhananya mampu menyadarkan pembaca akan hakikat kehidupan di dunia hingga menggugah untuk melakukan perbaikan-perbaikan diri yang berangkat dari jiwa.
Perubahan-perubahan besar selalu berangkat dari jiwa. Bukan harta dan kekuasaan. Jika jiwa kita berubah, maka akan berubah cara kita memaknai apa-apa yang ada di sekeliling kita. Selanjutnya, berubah pula sikap kita, penerimaan kita dan perilaku kita. (halaman 35)
Dibagi dalam enam bagian, buku ini dilengkapi dengan ayat-ayat Alquran, berbagai hadis Nabi, dan kisah-kisah terkait sehingga terasa begitu menancap di hati. Buku ini dapat menjadi embun penyejuk ketika hati kerontang akan kesibukan duniawi, sesuai dengan harapan penulis.
Bagian Pertama bertajuk Membuka Jalan ke Surga, berisi sembilan tulisan berisi cara-cara yang sebenarnya sederhana namun dapat mengantarkan kita pada keridaan Allah. Pada salah satu tulisan berjudul Engkau Belum Berbuat Baik mengingatkan bahwa mengeluarkan zakat saja tidak cukup. Apalagi kalau mengeluarkan zakat ogah padahal harta menumpuk di sana-sini.
Belum berbuat kebajikan apabila kita mengeluarkan zakat setiap tahun, tetapi melupakan saudara-saudara yang ditimpa kemalangan atau menderita kekurangan. (halaman 30)
Ketika sudah berbuat baik, maka ketenangan jiwa dan kebahagiaan sejati akan kita dapatkan. Hal ini dituliskan dalam Kesenangan yang Membahagiakan.
Jiwa yang miskin akan terpenjara oleh harta, sehingga mereka selalu memandangnya dengan penuh rasa was-was. Ia tak akan pernah mengizinkan satu butir pun rezekinya jatuh menghilang, meskipun hanya oleh seekor ayam milik tetangga. Ia tak kan pernah membiarkan pengakuan lepas dari dirinya, sehingga jiwanya tak pernah menemukan ketenangan. (halaman 48)
Menangis Karena Hamdalah menjadi judul Bagian Kedua, berisi tujuh tulisan. Bagian ini menohok pembaca bahwa ada amal-amal yang kita anggap baik, ternyata justru membawa kita pada kubangan dosa. Penulis mengibaratkan seperti mengambil bungkus, tetapi tanpa isi. Menyangka menemukan spiritualitas, padahal hanya spirituality engineering (rekayasa spiritualitas). Salah satunya kisah orang yang berangkat haji lebih dari satu kali padahal di sekitarnya masih ada kerabat yang kekurangan dan kelaparan.
Mereka inilah yang menangis di tanah suci, tetapi kembali dengan jiwa yang gersang dan hati yang kosong. (halaman 60)
Selanjutnya pada Bagian Ketiga, Demi Sepotong Nyawa mengandung tujuh judul, penulis memaparkan dengan apik mengenai kehidupan-kematian dan hakikat jiwa yang akan dimintai pertanggungjawaban. Ada kematian orang yang kita cintai hingga membuat kita sedih. Ada pula orang yang ketiadaannya justru menjadi harapan semua orang. Juga kisah orang yang kematiannya di antara dosa dan taubat. Yang manakah kelak kita?
Pada Bagian Keempat, Keajaiban Kata ada delapan tulisan, penulis menyampaikan bahwa kata-kata memegang peranan penting. Maka kehati-hatian dalam menyampaikan suatu berita harus benar diperhatikan. Seperti zaman sekarang, hoax mudah menjamur karena pengguna telepon pintar tidak lagi mengindahkan kaidah ini. Padahal setiap kata-kata kita pun akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang muslim yang baik hendaklah menggunakan kata-kata yang menyentuh hati, menggerakkan dengan kelembutan. Kita pun harus berbicara sesuai kemampuan, berani mengatakan, “Saya tidak tahu,” pada hal-hal di luar pengetahuan yang kita kuasai. Dengan begitu, orang justru akan menghargai setiap untaian kata yang tersampaikan.
Letaknya pada Jiwa menjadi judul Bagian Kelima berisikan delapan  tulisan yang menggugah pembaca untuk lebih berbenah dan meresapi apa-apa menjadi esensi sehingga mendapatkan ketenangan hati. Epilog menceritakan Sekolah Dasar Islam Terpadu Hidayatullah di Yogyakarta yang sedang dirintisnya bersama komunitas. Sekolah yang dicita-citakan menjadi tempat pendidikan berkarakter bagi siswa-siswa berpotensi namun kurang mampu dalam hal finansial. Mereka pun membebaskan besaran SPP sesuai kerelaan para orang tua murid. Penulisan buku ini pun dimaksudkan sebagai taushiyah dan pengetuk hati pembaca untuk menolong agama Allah.
Bahasa sederhana, mengalun indah, dengan penggunaan kaidah Bahasa Indonesia yang baik menjadi keunggulan buku ini untuk Anda yang tengah mencari sesuatu yang hilang dalam jiwa. Saya hampir tidak menemukan kesalahan penulisan, kecuali hanya pada dua sampai tiga kata. Akan tetapi terdapat beberapa pengulangan kalimat-kalimat yang sama dan senada dari judul satu ke judul lain atau beberapa judul menjadi salah satu kelemahannya. Ada pula beberapa hadis yang saya rasa perlu penjelasaan lebih lanjut untuk lebih memahamkan pembaca.
Saya sebagai penulis review, jelas masih jauh ilmunya dibanding penulis yang telah melahap kitab-kitab berat sejak kecil. Maka tentu tulisan ini pun tidak luput dari kekurangan dan membuka kritik dan saran serta tambahan dan tanggapan dari pembaca lain.

#NonFiksi
#ODOPBatch6
#reviewbuku
#Hari64

22 komentar:

  1. Wah bukunya timeless ya mba...
    Mantap reviewnya. Catatannya aja, enter dmsetiap paragraf baru, biar pembaca nggak pusing karena tulisannya keliatan nyambubg terus 😂

    BalasHapus
  2. Penyejuk jiwa. Merenung seringkali menggugsh jiwa untuk berbuat lebih baik.

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Terima kasih. Semoga bermanfaat untuk penulis dan pembacanya.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Terima kasih. Semoga bermanfaat untuk penulis dan pembacanya.

      Hapus
  5. Perubahan-perubahan besar selalu berangkat dari jiwa, suka quote nya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, banyak quote-quote lain dari penulis yang menggugah hati di dalam buku ini.

      Hapus
  6. Mantap nih Review nya, perlu banyak belajar saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih. Semoga bermanfaat untuk penulis dan pembacanya. Kita sama-sama masih perlu banyak belajar.😄

      Hapus
  7. Balasan
    1. Terima kasih. Semoga bermanfaat untuk penulis dan pembacanya.

      Hapus
  8. Mengambil bungkus, tapi tanpa isi. Desssss, tanpa sadar sering juga ya melakukan hal seperti itu :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak.. Buku ini banyak menyadarkan pembacanya 😊

      Hapus
  9. Kebahagian justru lahir saat berbagi dan memastikan setiap orang juga bahagia bersama kita ya, Mbak? Terima kasih banyak atas tulisannya, Mbak 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saat enggan berbagi kita justru resah menjaga setiap yang harta yang dipunya.
      Sama2, Mbak. Semoga bermanfaat ya 😊

      Hapus
  10. Bukunya keren yg bikin review nya keren bikin makin kepo sama bukunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Um. Semoga bermanfaat untuk penulis dan pembacanya.

      Hapus