Susahnya Hidup di Era Media Sosial

Hidup pada zaman semua hal sepertinya perlu dibagikan di media sosial, acap kali membuat hati ciut. Ketika seorang teman SMA mem-posting rumah baru yang mentereng bak hotel berbintang, saya tersudut dengan rumah yang masih ngontrak. Kalau teman hobi selfie di mobil dan tak bosan mengunggahnya, saya masih bertanya-tanya kapan kami mampu untuk memiliki kendaraan roda empat. Ada lagi kawan yang rajin meng-update perkembangan anaknya yang pesat dan cepat mandiri, kemajuan lain dari anak sendiri jadi seakan debu yang beterbangan tak terlihat dan luput disyukuri.
Tak perlu iri
sumber gambar: pinterest.com
Saat mengikuti instagram seorang artis, yang usianya setahun lebih muda, kemudian tiap beberapa bulan sekali membagikan tentang jalan-jalan keliling dunia bersama suami dan batitanya, saya merasa merana karena boro-boro liburan keliling Indonesia, pulang kampung ke pulau lain saja sering kali menguras pundi-pundi tabungan. Begitu pun ketika ada kerabat yang terlihat sukses berkarier dan anak tetap terurus baik, saya kebat-kebit melihat diri yang hanya di rumah tapi masih kewalahan di sana-sini. Ah, sungguh berat hidup di era ini. Setan dengan mudah membisikkan kedengkian, buat diri banyak mengeluh.
Meskipun begitu, kita tetap harus mengambil alih kendali akan diri kita. Jangan biarkan bisikan jahat itu membuat pandangan kita menjadi keruh, sehingga merasa jadi orang paling menderita di dunia dan tak ingat mensyukuri kemudahan-kemudahan dari Allah. Padahal yang mereka bagikan di media sosial hanya kesenangannya saja. Kita tak pernah tahu cobaan dahsyat macam apa yang menerpa hidupnya. Begitu juga dengan nikmat-nikmat yang Allah berikan pada kita, tak dianugerahi-Nya pada orang yang kita irikan itu.
Dan Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata,”Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami dikembalikan).” Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang yang mendapat petunjuk. (Alquran Surat Al-Baqarah ayat 155-157)
Pada dia yang punya rumah mewah, Allah beri cobaan sakit yang mengharuskannya bolak-balik berobat setiap bulan. Pada ia yang memiliki mobil bagus, ternyata hanya memiliki sedikit waktu bersama suami dan anak-anaknya karena masing-masing sibuk berjibaku dengan pekerjaan. Pada anak yang cepat bisa calistung (baca, tulis, hitung), ternyata masih harus memakai popok sekali pakai karena belum lulus toilet training. Banyak lagi cobaan yang mereka terima yang kita tidak tahu di balik gemerlap nikmatnya.
Setiap manusia diberi ujian dan nikmatnya masing-masing sesuai kemampuannya. Ketika kita cemburu akan kenyamanan yang orang lain punya, apakah kita juga sanggup menjalani ujian yang ia dapat? Maka sabar dan syukur harus senantiasa kita keluarkan sebagai jurus terjitu dalam menghadapi dinamika kehidupan dunia yang sementara ini, sesementara kebahagian dan kesedihan yang dirasakan.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. (Alquran Surat Ibrahim ayat 7)
Maka ketika melihat limpahan kebahagiaan orang lain di unggahan dunia maya, kita perlu kembali menghitung nikmat lain yang telah Allah karuniakan. Hingga ketika ingin komplain, nikmat tak terhitung tadi segera menyadarkan kita. Bonusnya ketika ingat bersyukur, Allah akan menambah banyak kebahagiaan dan kemudahan untuk kita.

 
#NonFiksi
#ODOPBatch6
#Hari60

18 komentar:

  1. Setuju bgt, sabar dan syukur jurus terjitu dlm menghadapi dinamika kehidupan yg fana ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mmbak. Semoga hidayah Allah selalu membimbing kita mengeluarkan dua jurus itu ya.

      Hapus
  2. Orang jawa bilang: sawang sinawang ya mbak. Yang kita lihat belum tentu sama dengan aslinya. Orang yang bahagia adalah orang yang bisa berdamai dengan hatinya, menurut saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, Mbak. Orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri ya. 😊

      Hapus
  3. Halo, assalamu'alaikum Mbak, salam kenal 😊. Suka sekali sama tulisannya ini 😍 apalagi statement: "Ketika kita cemburu akan kenyamanan yang orang lain punya, apakah kita juga sanggup menjalani ujian yang ia dapat?" Njleb banget 😭 Jazakillahu khair Mbaak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaykumussalam. Wa jazakillahu khair, Mbak. Salam kenal juga ya :)
      Semoga saya juga terus ingat akan kalimat jleb tersebut.

      Hapus
  4. Setuju sekali mbak, sawang sinawang ya mbak.kita hanya melihat luarnya saja. Kalau kata suamiku semua yg kita miliki ini akan dipertanggung jawabkan, jadi miliki barang ya sesuai kebutuhan bukan mencari mewahnya. Tapi gimana ya kalau semua sudah kita anggap jadi kebutuhan hehehehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu ditilik lagi mana yang prioritas dan mendesak kalau begitu, Mbak :)

      Hapus
  5. Setuju banget, Mbak. Nggak ada yang tau kehidupan dan perjuangan orang lain sebenernya kayak gimana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, karena kebanyakan orang tidak membagikan kesusahannya di media sosial. Kalaupun dibagikan, kita tetap tidak memiliki pemahaman yang utuh terhadap hidupnya.

      Hapus
  6. Setuju sekali mba, salam kenal yah mba

    BalasHapus
  7. Masyaallah, jadi perenungan sekali mba. Bener setuju saya ga henti terdiam tiap baca kalimatnya. Kadang kita suka ga sadar gitu, iri sama yang orang lain punya dan lupa bersyukur ma Allah :') moga bisa dijauhin dari sifat itu ya mba :'')

    BalasHapus
  8. Bener, kalau lagi capek liat gemerlap dunia maya, off dulu saja, dibuat unfol sementara jika hati gak kuat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga sempat unfollow beberapa akun duluuu, tapi sekarang memilih tidak lihat-lihat medsos dulu jika hati sedang panas, untuk menutup salah satu jalan setan membisikkan kedengkian ya Mbak..

      Hapus