Puisi esai pertama pada buku Seri Puisi Esai Indonesia
Provinsi DKI Jakarta yang bertajuk Balada Ibu Kota berjudul Balada Bram
Taklukkan “Kota Gelisah” Jakarta karya Akhmad Sekhu. Puisi ini menggambarkan
dengan baik realita sosial ekonomi yang terjadi di Jakarta, khususnya kelas
menengah cenderung ke bawah. Bram adalah salah satu dari sekian banyak perantau
yang mencari pengharapan hidup yang lebih baik di Jakarta. Ia merupakan pemuda
yang berasal dari Tegal dan lulusan universitas swasta ternama di sana. Tinggalkan
Ibu, kekasih hati, dan kampung halaman demi mengejar mimpi menjadi orang
sukses.
Sepuluh tahun sudah Bram berusaha menaklukan kota yang
dijuluki “The Big Durian”. Dengan penghasilannya
sebagai kepala gudang, ternyata belum mampu menjadikannya “orang”. Ia pun
menolak pulang kampung, padahal sang Ibunda sudah menyiapkan rumah siap huni
dan ladang siap garap. Gejolak darah mudanya membuatnya terus berkeras menghadapi
kerasnya Jakarta.
Bram tak ingin membayangkan
kekalahan
Pulang ke desa hanya pakaian di
badan
Alangkah ibunya makin kecewa
Anak kembali tanpa bawa apa-apa
Ironisnya, sebagian besar perantau seperti Bram memiliki
pemikiran dan pengharapan yang sama. Hal inilah yang membuat Jakarta kian hari
kian padat dan tak nyaman.
Beribu-ribu Bram berkejar-kejaran
Tak mau pulang sebab kekalahan
Dalam perjuangan penaklukkannya, Bram jatuh cinta kepada
wanita paruh baya yang usianya jauh di atasnya. Sayangnya, wanita ini matre dan tak berniat serius dengan
Bram. Baginya pacaran hanya untuk mengisi kesepian. Bram pun patah hati, tapi
berusaha bangkit melanjutkan perjuangannya di “Kota Gelisah” Jakarta.
Kelemahan puisi esai ini adalah kurangnya penjelasan
mengenai alur waktu. Diceritakan bahwa Bram telah merantau ke Jakarta selama
sepuluh tahun sejak lulus dari universitas. Berikutnya disebutkan bahwa umur
Bram sudah 27 tahun. Kurang logis jika setelah sepuluh tahun lulus kuliah
umurnya baru segitu. Mungkin penulis kurang tepat menghitung atau pembaca kurang
dijelaskan tentang kapan usia tersebut.
Secara keseluruhan, penulis mengisahkan dengan apik tentang
perjuangan dan perjalanan hidup Bram dengan latar realita Kota Jakarta yang
begitu hidup.
Ah, Jakarta selalu bagai gula
Semut-semut akan datang menikmati
Walau akhirnya tak bertenaga
Kalah dalam gumulan manisnya
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar