Mendekat di Kala Jauh

Gimana, Di tinggal di sana? Kalau aku mah enggak bisa jauh-jauh dari orang tua.” Tanya Sari melalui whatsApp, beberapa hari setelah kedatanganku di tanah rantau di ujung utara Pulau Sulawesi.
“Hebat lo! Gue aja tiap hari telepon nyokap biar enggak galau kebanyakan mikir ke mana-mana.” Puji Riya yang juga merantau ke Pulau Sumatera tempat suaminya bekerja saat meneleponku.

Bisa jadi karena kedua orang tuaku telah tiada, kepindahanku ke Kota Kotamobagu jadi terasa biasa saja. Sebab tinggal suami tempatku mengekor dan berbagi tentang hidup. Akan tetapi, yang namanya merantau tetap tak mudah. Beradaptasi dengan lingkungan yang budaya, bahasa lokal, makanan, dan sebagainya berbeda dari daerah asalku menjadi sebuah proses yang terus dijalani.
Sepertinya sebagian besar pembaca baru pertama kali mendengar Kotamobagu. Di mana itu? Apa benar masih di Indonesia? Memang untuk orang Indonesia Bagian Barat akan asing mendengar nama tempat ini. Aku pun baru mendengarnya ketika suami dimutasi tugas ke sini.
Kotamobagu adalah salah satu kota yang berada di Wilayah Bolaang Mongondow Raya. Wilayah ini termasuk dalam Provinsi Sulawesi Utara, di sisi timur berbatasan dengan wilayah Minahasa Raya dan di sisi barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo. Sebagian besar teman yang aku jelaskan akan berkata, “Oh… Manado?” Padahal kedua kota ini berjarak 180 km atau sekitar 4 – 5 jam perjalanan angkutan darat.
Tiga hingga empat tahun tinggal di sini, mengantarkanku aktif di beberapa organisasi daerah. Salah duanya adalah Forum Lingkar Pena (FLP) Kota Kotamobagu dan Pimpinan Daerah Persaudaraan Muslimah (Salimah) Kota Kotamobagu. Ketika berkumpul dengan teman-teman dari kedua organisasi ini, aku merenung dan takjub sendiri mendapati betapa uniknya jalan hidup.
FLP adalah organisasi yang beranggotakan lebih dari 13.000 penulis di seluruh Indonesia dan mancanegara. Organisasi yang telah melahirkan banyak penulis ternama seperti Asma Nadia, Habiburahman el-Shirazy, dan lain-lain ini didirikan oleh Bunda Helvy Tiana Rosa dkk 21 tahun silam di Universitas Indonesia, Depok. Aku pun terheran-heran. Mengapa selama lima tahun kuliah di sana tak sempat mengikuti organisasi ini. Sering sih dengar dan lihat tulisan FLP dari buku-buku bacaan. Akan tetapi, kala itu tak tergerak untuk bergabung. Justru setelah terlempar jauh dari tempat didirikannya, hati ini tertarik untuk ikut menyelami dunia literasi bersama FLP.
Hal serupa terjadi juga antara aku dan Salimah. Salimah sebagai organisasi massa di lebih dari 2.000 titik kepengurusan yang mendorong pemberdayaan perempuan, pengokohan institusi keluarga serta perlindungan memadai bagi anak ini didirikan di Jakarta delapan belas tahun yang lalu. Sekretariat Pimpinan Pusatnya dulu masih satu kecamatan dengan tempat tinggalku di Jakarta. Anehnya, aku justru baru mendengar dan tahu tentang Salimah selesai berada di pelosok. Hingga kemudian diajak bergabung dan menjadi bagian dari keluarga besarnya.
Bisa jadi inilah hikmah Allah menempatkan kami di sini beberapa tahun terakhir. Kalau masih di Jakarta, barangkali aku tak akan bercengkrama dengan keduanya. Hanya sekedar jadi penonton. Akan tetapi, di kejauhan dari akarnya, aku justru berpegangan erat pada cabangnya.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar