Pembuahan (bagian 2)


Saat anak pertama kami belum genap satu tahun, sudah ada yang berkomentar, “Sudah bisa nih nambah lagi,” katanya sambil melirik si bocah cilik. Semakin bertambah usia si sulung, semakin banyak yang berkomentar dan menyarankan hal senada. Biasanya hanya kami jawab komentar tersebut dengan senyuman paling manis. Kami masih bulat untuk melakukan program kehamilan lagi dengan selang lima tahun dari yang pertama. Agar bisa menyelesaikan dahulu masa dua tahun menyusui si sulung. Sekalian juga menunggu dia siap berbagi kasih sayang dengan saudaranya kelak.
Proses penyapihan si sulung di usia tepat dua tahun alhamdulillah berjalan dengan lancar. Mulailah kami terpikir untuk memajukan jarak kehamilan menjadi empat tahun. Rasanya terlalu lama kalau jaraknya lima tahun. Saya sudah kangen hamil. Kepayahan selama mengandung, melahirkan, dan menyusui seakan menguap dari ingatan. Banyaknya tetes keringat dan air mata yang jatuh saat pemberian MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu), kala menemani, mengasuh, dan membersamai balita ini seakan tiada, hilang berganti ingatan kebahagiaan saat hamil dan memeluk bayi nan mungil dan ceria.
Akhirnya kami memutuskan untuk mulai berikhtiar mendapatkan anak lagi saat si sulung berusia dua setengah tahun. Sebelum itu, kami sudah sering bercerita kepada si sulung mengenai adik bayi. Awalnya dia berkata tidak ingin punya adik. Kelamaan, jawabannya selalu konsisten ingin punya adik yang akan diajaknya bermain mobil-mobilan. Kami berharap dengan adanya komunikasi ini, kelak si kakak tidak akan begitu kaget dan juga untuk memupuk fitrah berkasih sayang sesama saudara.
Empat bulan berselang, setelah sebelumnya hasil testpack-nya negatif terus, saya berfirasat, atau berharap lebih tepatnya, akan mendapat hasil positif kali ini. Saya pun maju mundur saat diajak suami untuk ikut dinas ke luar kota karena adanya feeling tersebut. Lalu, saya melakukan uji kehamilan waktu baru sehari telat menstruasi. Terlalu semangat ya. Tapi, hasilnya hanya garis satu, negatif. Saya pun jadi galau karena firasat semakin kuat, tapi hasil tes berkata sebaliknya.
Lima hari berikutnya, darah haid tak juga keluar. Walau takut kecewa, pagi itu sebelum salat subuh, saya tes lagi. Jeng jeng jeng. Alhamdulillah hasilnya garis dua. Saya refleks tersenyum kala melihatnya. Akan tetapi, saya tahan wajah sumringah ketika keluar kamar mandi. Saya ingin salat dan memanjatkan syukur serta doa kepada Sang Pemberi terlebih dahulu sebelum memberi tahu ayahnya.
Ketakutan yang dirasakan di kehamilan pertama kembali menjalar. Saya takut, karena dengan satu anak saja, masih banyak kurang dan salah dalam mengasuh. Saya ragu. Akankah kami mampu? Apalagi kemarin, saya baru menonton video di akun facebook seorang kawan yang berisi nasihat untuk orang tua. Pesannya disampaikan oleh seorang anak dalam bahasa Arab. Nasihat itu mengingatkan bahwa orang tua lebih sering memperhatikan jasmani dan masa depan anak di dunia. Sibuk memberi makanan yang bergizi, menyiapkan tabungan dan membeli tanah agar kelak anak hidup nyaman. Khawatir jika nanti anak kekurangan harta. Padahal Alquran mengingatkan bahwa tugas orang tua adalah memelihara anak-anaknya dari api neraka. Astagfirullah. Makin takutlah ibu hamil muda yang sedang ditinggal suaminya dinas luar kota seminggu ini.
Apakah memang semua ibu merasakan seperti saya? Ingin sekali kembali hamil dan menimang bayi, tapi kemudian ketakutan tak mampu menjalankan amanah dengan baik. Allahu Rabbuna, tolonglah kami. Kami tak sedikitpun memiliki kekuatan tanpa pertolongan dari-Mu. Mampukan kami, Ya Rabb, karena Engkaulah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Alquran surat At-Tahrim ayat 6)


#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar