Sederhana tapi Bermakna (bagian 2)


Awan hitam menggelantung berkumpul di langit, pertanda akan turun hujan. Padahal tadi saat mau berangkat, aku sempat bergumam dalam hati, apakah kiamat sudah sangat dekat? Gempa banyak terjadi dan kemarau terus berlangsung. Alhamdulillah siang ini Allah turunkan rahmat-Nya untuk membasahi bumi yang sudah cukup kering. Kami sempat terkena sedikit rintik-rintik hujan di jalan menuju rumah.
Sesampainya di rumah, Hanif dengan sukarela menaiki tempat tidur dan merebahkan diri lalu memejamkan matanya. Memang sejak habis dari pasar tadi, ia sudah mulai mengantuk, bahkan sempat tertidur di motor. Setelah sedikit beres-beres, ayah ibunya pun ikut menyusul ke Pulau Kapuk, sambil menikmati suasana rintik hujan di luar.
Sore harinya kami bangun, mandi, dan menikmati mi goreng telur. Lumayan untuk mengganjal perut saat kondangan nanti. Karena seperti yang sudah pernah aku ceritakan sebelumnya di sini, bahwa kalau diundang jam 19.00 WITA, maka acara makan baru akan dimulai sekitar pukul 21.30 WITA. Maka, jangan coba-coba datang dalam keadaan perut kosong. Bisa-bisa keroncong berdendang syahdu di lambung.
Selepas salat Isya kami bersiap pergi ke kondangan. Hujan masih rintik-rintik membuat galau untuk tetap pergi bermotor. Alhamdulillah selesai kami berganti pakaian, hujan pun berhenti. Kami tiba di tempat acara pukul 20.30 WITA. Masih acara sambutan dari pemerintah. Sudah aku duga. Hanif mulai ceriwis meminta diambilkan puding coklat dan es buah. Padahal tamu belum dipersilakan makan. Terlihat dan terdengar suara gawai yang dimainkan anak-anak lain di tengah-tengah acara sambutan. Alhamdulillah Hanif cukup ditenangkan dengan mainan bis Tayonya. Tak ikut membisingkan suasana dengan bunyi musik, video, dan game dari hape.
Seusai acara, kami berfoto di depan gedung yang hasil fotonya merupakan suvenir pernikahannya. Hanif antusias sekali diajak foto. Bahkan hasil cetak fotonya tak mau ia lepas. “Punya Hanif,” katanya. Sampai di rumah pun dengan ceria dia ceritakan terus terkait foto tersebut. Sampai-sampai ibunya tak boleh membereskannya. Ingin ia pegang terus.
sumber gambar: dok. pribadi
Hari ini kami semakin sadar, bahwa bahagia memang sederhana. Sesederhana sarapan pisang goreng. Semurah-meriah makan di warteg. Setenang salat jama’ah di masjid. Sereceh membeli keperluan di pasar. Sesejuk menikmati udara sehabis hujan. Seceria foto bertiga yang apa adanya. Sesimpel naik motor ke mana-mana. Dan se- se- lain yang remeh-temeh tapi sering kali terlupa, padahal itu amat bermakna.
Nikmat Allah sungguh tak terhingga, maka pantaskah kita masih mengeluh?

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar