Adek Janin (Bagian 5)


“Ibu, mau peluk Adek Janin.”
***
“Mau cium Adek Janinnya, Ibu!”
***
Awalnya tak berniat melanjutan seri tulisan Adek Janin ini. Seiring perkembangan Kakak Hanif yang begitu antusias dan menyayangi calon adiknya sekaligus tambah bermanja kepada ibu dan ayahnya, maka saya pun terdorong untuk meneruskan ceritanya. Semoga tetap membawa manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca sekalian.
Lima belas hari berlalu sejak pemeriksaan pertama ke klinik dokter kandungan. Saya pun menuruti saran dokter tersebut untuk kembali memeriksakan kehamilan, memastikan perkembangan janin. Akan tetapi, naluri emak-emak ingin mencari yang biayanya lebih hemat ini tergerak untuk mencoba melakukan pemeriksaan di RSUD sebagai pasien umum alias tanpa BPJS.
Setelah menyelesaikan urusan domestik di pagi hari, saya menyiapkan diri dan Kakak Hanif untuk pergi ke RSUD. Ayahnya sempat ‘kabur’ sebentar dari kantor untuk mengantar kami. Saya pun segera mendaftar ke loket Poliklinik sesampainya di sana. Kakak Hanif menunggu di luar sambil bermain sepeda yang saya bawakan dari rumah bersama ayahnya.
“Pasien umum atau BPJS, Ibu?” tanya perawat di loket.
“Umum, Ses. Mau periksa kehamilan”
“Pendaftaran sepuluh ribu ya, Bu,” katanya lagi.
“Kalau USG bayar berapa, Ses?” tanya saya sambil menyerahkan uang pendaftaran.
“Seratus lima puluh ribu kalau ndak salah. Coba nanti Ibu tanya di dalam. Cepat masuk ya, Bu. Dokter sudah ada,” jawabnya ramah di tengah ramainya pasien saat itu.
“Dokter siapa Ses?” tanya saya penasaran karena dokter klinik tempat periksa sebelumnya juga berpraktik di RSUD.
“Dokter Ayu, Bu.”
“Oke, terima kasih.” Saya pun berlalu menuju ruangan KIA dan KB sambil berpikir cepat dan menimbang-nimbang akan bertemu dokter yang sama tapi di tempat praktik yang berbeda.
Ada beberapa antrean di dalam ruangan. Sambil menunggu giliran, saya segera menanyakan biaya pemeriksaan sekaligus USG untuk pasien umum kepada perawat di sana. ternyata betul seratus lima puluh ribu. Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dulu bercerita dengan suami, walau dalam hati sudah agak memutuskan untuk membatalkan pemeriksaan di RSUD.
“Mas, seratus lima puluh ribu juga periksanya. Ditambah uang pendaftaran sepuluh ribu.”
“Jadi seratus enam puluh ribu dong?” celetuknya sambil tertawa meledek saya yang berusaha mencari yang lebih hemat malah dapat lebih mahal.
“Nanti malam aja ya di klinik? Sekarang di sini sama Dokter Ayu juga.” Saya meminta persetujuan.

“Iya, lebih nyaman di sana juga,” katanya menyetujui.

***bersambung***

Adek Janin (bagian 6)

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar